Perusahaan Tiongkok diminta belajar dari Samsung dalam memperlakukan karyawannya

Samsung Electronics tetap mempertahankan citranya di Tiongkok, meskipun raksasa teknologi yang berbasis di Korea Selatan itu dilaporkan telah mengakhiri produksi ponsel di negara itu.


Samsung menutup pabrik ponsel terakhirnya di Tiongkok pada akhir September kemarin. Pada hari Selasa (9/8), sebuah pos yang beredar di Sina Weibo mengatakan bahwa Samsung telah menawarkan paket pesangon yang menguntungkan termasuk gaji kumulatif, uang pesangon, tambahan biaya asuransi sosial selama beberapa bulan, dan bahkan smartphone dan jam tangan premium sebagai hadiah. Samsung juga menghubungi pabrikan lain untuk membantu para pekerjanya menemukan pekerjaan baru setelah pabrik tutup.

Dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email, Samsung mengatakan telah mengambil keputusan yang "sulit" untuk menutup pabriknya di Huizhou, dalam upaya "untuk meningkatkan efisiensi."

"Peralatan produksi akan dialokasikan kembali ke lokasi manufaktur global lainnya, tergantung pada strategi produksi global kami berdasarkan kebutuhan pasar," sebut pernyataan itu, meskipun perusahaan menekankan bahwa penjualan akan terus berlanjut di Tiongkok.

Dalam beberapa tahun terakhir, Samsung secara bertahap telah mengalihkan produksi ponsel ke negara-negara berbiaya murah seperti India dan Vietnam.

Atas semua kompensasi ini, Samsung mendapat respek dari warganet Tiongkok dengan penutupan yang "layak" buat pabrik terakhirnya di Tiongkok. Samsung diperkirakan akan terus menjual produk-produknya di Tiongkok, yang merupakan pasar smartphone terbesar di dunia, meskipun produksi ponselnya disana telah berakhir. Paket pesangon yang diberikan oleh Samsung akan membantu mereka memenangkan "hati" konsumen Tiongkok.

Meskipun pabrik ponselnya ditutup, Samsung tidak berhenti memperluas investasinya di Tiongkok. Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang pada hari Senin (14/10) mengunjungi pabrik semikonduktor Samsung di Xi'an, Provinsi Shaanxi di barat laut Tiongkok. Menurut situs resmi pemerintah Tiongkok, Samsung sejauh ini telah berinvestasi $10,87 miliar (sekitar 153 triliun rupiah) pada fase pertama proyek mereka di Tiongkok, dan fase kedua yang sedang berlangsung diperkirakan akan memiliki investasi sebesar $15 miliar (sekitar 212 triliun rupiah).

Menurut beberapa media di Tiongkok, Samsung mengajarkan pelajaran berharga kepada beberapa perusahaan di negara itu, yang sering kurang menghargai karyawannya. Banyak perusahaan Tiongkok, terutama perusahaan kecil dan menengah, yang tidak menawarkan uang pesangon saat merumahkan buruh mereka. Ada sekitar 300 juta pekerja buruh migran dan pedesaan di Tiongkok, dan mereka juga yang akan memutuskan masa depan sektor manufaktur di negara ini.

Beberapa pengamat berpikir bahwa Tiongkok tidak membutuhkan perusahaan asing sebanyak dulu, tetapi mereka salah. Ekonomi Tiongkok tidak kekurangan perusahaan domestik yang kompetitif. Namun, perusahaan Tiongkok perlu belajar banyak dari saingan asing mereka bagaimana menumbuhkan budaya perusahaan yang sehat dan memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan mereka. Ini adalah cara paling efektif untuk meningkatkan lingkungan bisnis di Tiongkok. Itu salah satu alasan mengapa Tiongkok sekarang memilih untuk mempercepat waktu untuk membuka ekonominya dan menarik investasi asing.

Samsung berhenti membuat ponsel di Tiongkok di tengah pertempuran sengit untuk pangsa pasar dengan pesaing domestik asal Tiongkok. Namun, itu tidak berarti raksasa teknologi tersebut sudah kalah dalam perminan dengan pembuat smartphone Tiongkok seperti Huawei, OPPO atau Xiaomi. Samsung masih menikmati pangsa pasar global yang besar dalam penjualan smartphone, dan akan bertemu lagi dengan merek Tiongkok di pasar global.

Beberapa pengamat di Tiongkok awalnya meyakini bahwa Samsung masih akan mempertahankan divisi high-end mereka di Tiongkok karena masih menginginkan akses ke pasar potensial yang besar di negara itu ketika era pendekatan 5G, bahkan ketika mereka mulai bergerak untuk menutup fasilitas manufakturnya. Namun pemgamat itu kemudian juga menyadari bahwa meskipun Tiongkok telah mengizinkan masuknya beberapa merek asing ke dalam industri 5G domestiknya, "Samsung mungkin tidak dapat memanfaatkan peluang 5G ini karena tidak memiliki keunggulan dibandingkan dengan Huawei dalam pengaturan standar [dalam negeri Tiongkok]," katanya.

Selama ini Tiongkok dikenal selalu menerapkan standar dan aturan sendiri yang berbeda dengan negara-negara lain di dunia dalam banyak hal dalam rangka untuk melindungi ekonomi dan juga keamanan dalam negeri mereka. Hal inilah yang kemudian mempersulit perusahaan-perusahaan seperti Google, Facebook dan lainnya untuk beroperasi di Tiongkok. Apple yang berhasil masuk pasar Tiongkok adalah hasil dari upaya mereka untuk menuruti segala permintaan dari pemerintah Beijing, termasuk yang terbaru untuk menghapus aplikasi HKmap.live yang sering digunakan oleh pengunjuk rasa di Hong Kong.

Media di Tiongkok juga meminta perusahaan-perusahaan di negaranya seperti Huawei untuk tidak hanya belajar dari Samsung bagaimana membuat smartphone yang laku di pasaran untuk meningkatkan kehadiran mereka di pasar global. Mereka harusnya juga belajar dari Samsung dalam hal manajemen perusahaan, budaya perusahaan dan tanggung jawab sosial, dalam upaya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru di pasar negara lain.

Penutupan yang "layak" dari pabrik Samsung di Tiongkok adalah cerminan dari soft power Samsung. Jika perusahaan-perusahaan Tiongkok, terutama yang mengincar investasi keluar, gagal belajar dari Samsung, mereka mungkin akan kesulitan dalam meningkatkan daya saing global mereka.