ONE Store siap bersaing dengan Google Play Store dan Apple App Store di pasar Asia Tenggara dan Eropa

Dalam bisnis toko aplikasi mobile di mana hanya beberapa raksasa teknologi saja yang mendominasi pasar global, dibutuhkan upaya sangat besar bagi pendatang baru untuk mengatasi hambatan masuk yang sangat tinggi dan membuat kehadiran mereka dikenal oleh para pemain industri. Untuk bertahan di pasar yang dimonopoli oleh Google Play Store untuk perangkat Android dan Apple App Store untuk iPhone, tiga perusahaan telekomunikasi Korea dan portal internet Naver telah mengintegrasikan toko aplikasi mereka yang terpisah dan mengganti namanya menjadi ONE Store yang tersedia di platform Android sejak 2016.


ONE Store adalah toko aplikasi terintegrasi dari tiga operator seluler di Korea (KT, SK Telecom, LG U+) dan situs portal terbesar di Korea, Naver. Ada T store, Olleh Market, Uplus Store milik masing-masing operator yang diintegrasikan ke dalam ONE Store pada tanggal 3 Juni 2015. Kemudian pada tahun 2016, Naver memutuskan untuk memindahkan bisnis toko aplikasinya ke ONE Store. Untuk smartphone yang masih menjalankan toko aplikasi dari operator seluler akan diperbarui secara otomatis ke ONE Store.

Integrasi toko aplikasi di Korea yang sebelumnya telah terfragmentasi dengan tiga milik operator dan Naver ke dalam ONE Store secara signifikan telah mengurangi proses pendaftaran aplikasi untuk pengembang. Konsumen juga dapat mengintegrasikan Riwayat Pembelian dari setiap toko aplikasi, yang dapat digunakan untuk mengumpulkan aplikasi dan konten yang telah dibeli secara terpisah ke dalam satu akun. Langganan juga dipermudah dengan penggunaan akun Naver, Google ID, dan akun Facebook, tidak seperti sebelumnya yang memerlukan penggunaan nomor telepon atau akun yang dibuat di masing-masing operator.

Menurut Lee Jae-hwan, CEO dari ONE Store, awalnya memang tidak mudah untuk secara bersama membawa persaingan di industri yang kompetitif dan menarik pengembang game dan aplikasi ke platform yang baru, tetapi ONE store mampu mencapai kemajuan yang berarti di pasar aplikasi domestik dengan kebijakan penetapan harga yang kompetitif dan "win-win strategy."


"ONE store memasuki pasar toko aplikasi untuk memecah monopoli oleh Google dan Apple, dan merangsang persaingan untuk memberi manfaat bagi pengembang aplikasi dan konsumen," kata Lee dalam sebuah konferensi pers di ruang pers SK Telecom di Jung-gu, Seoul tengah. "Untuk memperluas kehadiran pasar, para pendatang baru seperti kita perlu mengambil pendekatan yang lebih agresif."

Sementara pemain besar di industri seperti Google dan Apple membebankan potongan 30 persen untuk pengembang game dan aplikasi selama 10 tahun terakhir, ONE store memangkas tarifnya menjadi 20 persen pada bulan Juli 2018. Untuk penyedia aplikasi dengan platform pembayaran mereka sendiri, ONE Store hanya mengenakan biaya 5 persen untuk layanannya. Hasilnya, ONE Store berhasil mengalahkan Apple App Store untuk menjadi toko aplikasi terbesar kedua di Korea, dengan sekitar 50 juta anggota dan jumlah transaksi mencapai 450 miliar won (sekitar 5,4 triliun rupiah) pada tahun 2018.

Berdasarkan data indeks mobile dari perusahaan periklanan digital IGAWorks, Google memegang kepemimpinan dominan dengan penguasaan 74,1 persen di pasar toko aplikasi Korea, diikuti oleh ONE Store dengan 14,9 persen dan Apple dengan 11 persen pada kuartal ketiga tahun ini.

"Volume transaksi ONE Store meningkat lebih dari dua kali lipat sejak Juni 2018, dan dengan pertumbuhan seperti itu, ONE Store telah melampaui Apple pada kuartal keempat 2018 dan mempersempit kesenjangan," kata Lee Jae-Hwan, sambil menambahkan, "kami telah berkembang menjadi platform distribusi game terbesar kedua setelah Google di Korea, dan kami telah mencapai surplus pada semester pertama tahun ini."

Menurut Lee, pemotongan tarif pendaftaran tidak hanya membantu ONE Store untuk memperluas kehadirannya di pasar domestik tetapi juga meningkatkan profitabilitas dengan peningkatan jumlah pengguna berbayar. Data laporan keuangan menunjukkan kalau penjualan ONE Store telah meningkat selama lima kuartal berturut-turut sejak kuartal ketiga 2018, dan laba operasionalnya tidak lagi merah di paruh pertama tahun ini. Kinerjanya yang kuat didorong oleh kategori game, dengan rata-rata sekitar 200.000 pelanggan yang menghabiskan lebih dari US$200 (2,8 juta rupiah) per bulan.

"Kami ingin menciptakan ekosistem mobile yang sehat yang menguntungkan produsen dan pengguna game dan konten dengan menciptakan lanskap kompetitif yang kuat antara platform distribusi dalam game mobile dan pasar konten. Tapi pada saat ini, kami pikir itu akan memakan waktu terlalu lama (untuk mencapai tujuan kami) dan kami perlu mempercepat tren pertumbuhan," kata Lee.

Untuk mempercepat pertumbuhan, Lee Jae-hwan yang sebelumnya menjadi pejabat di SK Telecom mengatakan bahwa perusahaannya berencana untuk fokus pada sumber judul game mobile utama dengan pemasaran bersama dan investasi strategis, dan menetapkan tujuan untuk bisa memegang lebih dari 30 persen dalam kategori aplikasi game mobile pada tahun 2022.

"Industri game mobile memiliki masa depan yang cerah dengan komersialisasi 5G dan ponsel yang dapat dilipat, dan peningkatan konten yang imersif," kata Lee."Meskipun game mobile merupakan sumber pendapatan yang menggiurkan, toko aplikasi asing sebagian besar diuntungkan dari bisnis platform mereka."


Berdasarkan data dari perusahaan riset pasar game Newzoo, industri game mobile global kini mencapai nilai $68,2 miliar pada tahun 2019, sehingga semakin mengkerdilkan pasar game PC yang hanya bernilai $35,3 miliar. Korea Selatan adalah pasar game terbesar keempat di dunia yang diperkirakan mencapai $5,6 miliar dengan 28,9 juta pemain pada 2018, setelah Tiongkok, Amerika Serikat dan Jepang.

"Kami perlu meningkatkan upaya untuk memanfaatkan industri game yang berkembang di dalam dan luar negeri sebelum terlambat," kata Lee."Untuk mendorong perusahaan game besar mengunggah judul mereka di ONE Store, kita perlu tumbuh untuk memiliki skala ekonomi."

Didukung oleh keberhasilan awal di negara asalnya, ONE Store berencana untuk memasuki pasar global lewat aliansi dengan operator telekomunikasi besar dan produsen handset yang menjalankan toko aplikasi mereka sendiri. Lee mengatakan bahwa perusahaannya telah mendiskusikan berbagai bentuk aliansi dengan Samsung Electronics dan produsen smartphone Tiongkok, serta operator seluler utama di Asia Tenggara dan Eropa, dan berharap untuk mengumumkan beberapa bentuk kemitraan global yang strategis di tahun depan.

"Aliansi global ini bertujuan untuk menciptakan toko aplikasi global virtual dengan menghubungkan ekosistem antar satu sama lain, yang memungkinkan perusahaan game untuk membuat versi tunggal dari game mereka untuk dirilis di beberapa pasar global," kata Lee."Di bawah model baru ini, pengguna akan dapat menikmati lebih banyak game yang bersumber dari aliansi, bukan hanya yang dirilis oleh toko aplikasi masing-masing."

Di belakang rencana ekspansi global yang berani dan kinerja yang kuat, ONE Store bulan lalu berhasil mengumpulkan investasi 100 miliar won dari dana ekuitas swasta lokal. Dengan daya gedor tambahan ini, Lee mengatakan bahwa ONE Store akan meningkatkan upaya mereka untuk menciptakan toko aplikasi global alternatif yang mampu bersaing dengan Google dan meningkatkan ekosistem industri aplikasi.

"Pasar monopolistik tidak sehat untuk pemain industri dan konsumen," kata Lee."Kami membutuhkan lebih banyak kompetisi, tidak hanya di pasar domestik tetapi juga pada skala global."

Selain game, ONE Store juga berencana untuk menumbuhkan bisnis konten cerita seperti novel web dan webtoons. NE Store sebelumnya telah mengoperasikan "ONE Store Books", yang mendistribusikan e-book, novel web, dan webtoons. Dengan investasi ini, ONE Store berencana untuk memperluas kontennya secara signifikan melalui kemitraan dengan penerbitan dan platform, dan memperkenalkan model bisnis langganan bulanan.


"Slogan tahun depan adalah 'darurat', dan kami berharap bahwa ONE Store akan menjadi platform yang akan hidup berdampingan dengan anggota ekosistem, sehingga dapat melakukan 'terobosan' dan 'lompatan' di pasar dimana operator akan mendominasi pasar global yang ada, dan kami melihatnya sebagai keadaan darurat," kata Lee.