Sejarah layar AMOLED di smartphone akhirnya mengalahkan LCD

Perintis penggunaan layar OLED di ponsel (dari kiri): Samsung X120, Samsung i7110 dan Samsung Wave

Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh perusahaan riset pasar IHS Markit, lebih dari 50 persen smartphone yang terjual di seluruh dunia pada tahun 2023 akan menggunakan teknologi layar Active-Matrix Organic Light-Emitting Diode (AMOLED), naik dari sekitar 30 persen pada 2019. Penetrasi AMOLED di pasar mengalami percepatan tahun ini karena vendor smartphone mencari fitur baru yang menarik untuk menarik konsumen. Karena keunggulannya dalam fleksibilitas, kualitas gambar, dan konsumsi daya, AMOLEDs dengan cepat menguasai pangsa pasar dari teknologi layar incumbent di pasar smartphone, TFT-LCD.

"Dengan bisnis smartphone global terperosok dalam keadaan jenuh, pertumbuhan penjualan terhenti," kata Hiroshi Hayase, direktur senior, small-medium displays di IHS Markit. “Akibatnya, merek smartphone di awal 2019 mulai fokus pada model 5G untuk meningkatkan penjualan. Namun, dengan permintaan konsumen 5G yang dibatasi oleh penyebaran layanan yang masih terbatas, merek-merek tersebut telah mengubah fokus mereka ke arah peningkatan daya tarik perangkat-perangkat ini dengan menawarkan model-model yang menampilkan teknologi AMOLED.”

Semua merek smartphone utama — termasuk Samsung, Apple, Huawei, Oppo, Vivo, dan Xiaomi — telah menawarkan model kelas atas yang dilengkapi dengan layar AMOLED pada tahun 2019. Produsen smartphone ini semakin mempromosikan desain layar penuh dan display berkualitas tinggi pada model 2019 mereka. AMOLED sekarang muncul sebagai standar untuk smartphone premium. Sebagai hasil dari tren ini, pengiriman layar AMOLED ke pasar smartphone diperkirakan akan berjumlah total 486 juta unit pada 2019, naik 17 persen dari 2018, meskipun ada penurunan 1 persen pada pengiriman display smartphone secara keseluruhan untuk tahun ini.

Penetrasi teknologi layar AMOLED untuk smartphone diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. Semua model Apple iPhone yang baru di tahun 2020 diharapkan akan menggunakan layar AMOLED. Selain itu, pembuat smartphone Tiongkok akan memperluas penggunaan teknologi AMOLED mereka dari perangkat kelas atas hingga menengah. Didukung oleh tren pasar ini, total pengiriman AMOLED diperkirakan akan meningkat menjadi 825 juta unit pada tahun 2023.

Teknologi AMOLED memungkinkan desain smartphone yang lebih menarik, dengan beberapa model terbungkus layar di sekitar perangkat, menciptakan area display yang lebih besar dengan layar dari ujung ke ujung. Namun, AMOLED memiliki daya pikat lainnya, termasuk dukungannya untuk fitur hemat daya.

"Android dan iOS sekarang mendukung operasional Dark Mode, yang berperan untuk menonjolkan kekuatan AMOLED dalam mengurangi konsumsi daya dan memperpanjang masa pakai baterai," kata Hayase.


Samsung Masih Produsen Layar OLED Terbesar di Dunia

Sementara segmen AMOLED sedang booming, pasar display smartphone secara keseluruhan masih terus berjuang untuk bangkit. Pasar smartphone dipenuhi dengan perangkat 4G LTE, yang menghasilkan hasil penjualan yang buruk. Total pengiriman display smartphone diperkirakan mencapai total 1,58 miliar unit pada 2019, turun 1 persen dari 2018. Karena itu, produksi LTPS TFT-LCD telah menurun. Secara total, volume untuk LTPS LCD untuk saat ini hanya lebih dari 100 juta. Berbanding dengan 147 juta panel OLED yang telah dikirimkan sejauh ini. Samsung Display adalah penyumbang utama, setelah mengirimkan lebih banyak akibat permintaan panel AMOLED yang terus meningkat untuk digunakan di smartphone.


Selama 2 tahun terakhir, pengiriman panel AMOLED yang kaku untuk smartphone kelas menengah dan bawah yang diproduksi oleh vendor Tiongkok telah tumbuh secara eksponensial. Pada tahun 2017, empat produsen smartphone Tiongkok teratas, masing-masing Huawei, Oppo, Vivo dan Xiaomi telah meluncurkan 11 model smartphone yang dilengkapi layar AMOLED. Pada tahun 2018, mereka menambahkan lagi 30 model lebih banyak, kemudian 16 model lagi pada 2019 sehingga total keseluruhan menjadi 57 model smartphone dengan layar AMOLED. Pengiriman layar AMOLED yang fleksibel juga telah meningkat setelah Apple merilis iPhone 11 Pro dan 11 Pro Max, dan Huawei meluncurkan Mate 30 Pro sementara Samsung meluncurkan seri Galaxy Note 10, yang semuanya menggunakan panel AMOLED yang fleksibel.

IHS Markit mengutip Fingerprint On Display (FOD) sebagai salah satu penggerak utama di balik pertumbuhan layar AMOLED. Panel LCD tidak kompatibel dengan FOD seperti AMOLED. Berita dari Tiongkok, pembuat layar BOE mengumumkan akan memproduksi massal LCD optik yang tertanam FOD mulai akhir tahun ini, tetapi hingga saat ini belum dikomersialkan.

Menurut IHS Markit, Samsung Display hingga saat ini adalah produsen terbesar di pasar AMOLED global. Dalam Q3, merekau mencatat penjualan sebesar 9,2 triliun won (sekitar 111 triliun rupiah) dan laba operasional 1,1 triliun won (sekitar 13,3 triliun rupiah). Pada bulan September saja, Samsung Dsplay telah mengirimkan 51 juta panel AMOLED buat produsen smartphone dari seluruh dunia.

Pesaing dari Tiongkok seperti BOE dan Visionox hanya bisa memproduksi layar AMOLED yang kaku, tetapi menurut pengamat pasar, kualitasnya masih dipertanyakan. BOE dan LG Display juga telah mulai memasok panel AMOLED fleksibel untuk LG Electronics dan Google, tetapi volume pengiriman masih tidak signifikan. Kualitas dari panel layar AMOLED yang menjadikan Samsung Display masih belum terkejar oleh produsen layar lainnya, kecuali buat vendor smartphone yang mencari harga miring. Beberapa smartphone seri Pixel dari Google yang menggunakan layar AMOLED buatan LG Display sering didera isu dan masalah seperti efek burn-in dan ghosting.


Sejarah Penggunaan Layar OLED di Ponsel

Samsung telah merintis penggunaan layar OLED pada ponsel sejak awal 2004 saat merilis model SGH-X120. Saat itu Samsung menyebut OLED sebagai layar masa depan.

Samsung X120 adalah ponsel GSM dual-band generasi kedua (2G) dengan layar PMOLED 1,8-inci 128x128 piksel dengan kedalaman 65 ribu warna. PMOLED singkatan dari Passive-Matrix organic light-emitting diode yang lebih sederhana dan juga lebih murah daripada AMOLED yang digunakan saat ini. Kelemahan layar jenis PMOLED adalah cuma bisa digunakan pada layar dengan resolusi yang kecil karena tidak memiliki kapasitor penyimpanan, serta juga umur yang lebih pendek karena dibutuhkan tegangan yang lebih tinggi untuk membuatnya terang sehingga hanya cocok digunakan untuk menampilkan tulisan atau ikon kecil.


Namun bukan berarti layar PMOLED sudah tidak digunakan lagi, beberapa perangkat wearable seperti smartwatch dan juga smartband berharga murah buatan vendor Tiongkok seperti Xiaomi masih menggunakan layar ini untuk menekan ongkos produksi. Menurut data dari IHS Markit, sebagian besar smartwatch yang dirilis hingga akhir 2018 masih memanfaatkan layar PMOLED. RitDisplay asal Taiwan adalah produsen terbesar untuk panel layar PMOLED dengan 22 persen pangsa pasar pada tahun 2018.

Sedangkan smartphone pertama yang menngunakan layar AMOLED adalah Nokia N85 yang diluncurkan pada bulan Agustus 2008, diikuti oleh Samsung i7110 pada bulan Oktober 2008. Secara kebetulan keduanya sama-sama menggunakan OS Symbian versi 9.3 dengan UI S60 rel. 3.2. Spesifikasi layar keduanya juga sama, dengan lebar layar 2,6-inci dan resolusi 240x320 piksel.

Beberapa tahun berselang, hingga pada perhelatan Mobile World Congress (MWC) 2010 di Barcelona pada bulan Februari saat Samsung untuk pertama kalinya meluncurkan Samsung Wave (S8500) yang merupakan ponsel pertama di dunia dengan layar kapasitif Super AMOLED dan juga smartphone pertama dengan OS bada yang dikembangkan oleh Samsung sendiri. Samsung Wave memiliki layar sentuh Super AMOLED seluas 3,3-inci dengan resolusi WVGA (800x480 piksel). Sebulan setelah Wave diluncurkan, Samsung meluncurkan Galaxy S yang pertama (i9000) dengan spesifikasi layar yang sama, namun dengan penampang yang lebih luas 4,0-inci.