Samsung luncurkan teknologi bioskop 3D Cinema LED pertama di dunia


Sebuah versi 3D dari Cinema LED Screen telah diresmikan ke seluruh dunia. Samsung Electronics secara resmi meluncurkan produk terbarunya di ISE (Integrated Systems Europe) 2018, pameran display komersial terbesar di Eropa, yang dimulai pada tanggal 6 Februari di Amsterdam, Belanda. Ini adalah kedua kalinya Samsung memamerkan layar bioskop 'pertama di dunia' setelah Cinema LED pertamanya yang tampil perdana pada bulan Maret lalu.

Samsung Cinema LED Screen telah diakui bisa mengatasi keterbatasan proyektor film yang ada di bioskop. Pemirsa memuji layar ini karena membuat mereka merasa seolah-olah sedang menonton film 3D, dengan kualitas gambar beresolusi 4K (4.096 x 2.160) yang jelas sejernih kristal, HDR ‘true black’ yang tak terhingga, dan citra visual yang tidak terdistorsi.

Dalam waktu kurang dari setahun, Samsung mengubah 'perasaan' penonton dalam menikmati film 3D menjadi sebuah kenyataan. Teknologi 3D yang sebenarnya digabungkan ke dalam Cinema LED Screen, yang menghadirkan pengalaman 3-dimensi dengan memanfaatkan kecerahan dan kualitas Cinema LED sebagaimana adanya.


Sejarah Panjang Film 3D yang Dimulai dari 'Binocular Disparity'

"Ini adalah film 'Avatar,' yang menjadi box office di tahun 2009, yang biasanya masuk ke dalam pikiran orang saat memikirkan film 3D. Namun, teknologi 3D sudah ada di tahun 1890-an. Tepatnya, pada tahun 1832 ketika fisikawan Charles Wheatstone pertama kali menemukan prinsip 3D, yang membuatnya menjadi teknologi yang sudah berumur 180 tahun lebih. Selama tahun 1950an, sekitar 40 film 3D diproduksi di Hollywood," kata Koo Dongsoo dari Samsung Enterprise Product Planning Group.

Prinsip video 3D cukup sederhana. Ada celah antara kedua mata kita, perbedaan 65mm antara mata kanan dan kiri yang disebut Binocular Disparity. 'Binocular Disparity' ini menambahkan pengertian tiga dimensi pada informasi visual yang diterima oleh mata kita. Mekanisme video 3D pada dasarnya sama. Kamera 3D dipasang dengan dua lensa berbeda. Untuk informasi visual yang diambil dengan dua lensa kamera 3D yang akan dikirimkan ke kedua mata kita, seharusnya ada dua layar juga. Tapi karena hanya satu layar yang bisa dipasang, kita butuh teknologi untuk mewujudkan video 3D di layar. Mengurangi scanline untuk menghadirkan video ke kedua mata kita masing-masing bisa menjadi salah satu cara atau membuat kedua video saling berpotongan dengan kecepatan yang sangat tinggi bisa menjadi yang lain.


Menangkap Kedua Prioritas: Kecerahan dan Resolusi

Begitu juga, ada berbagai cara untuk mewujudkan 3D di layar. Namun, prioritas nomor satu dalam pengembangan 3D Cinema LED adalah tidak peduli metode mana yang diadopsi, resolusi layar Cinema Cinema terbaik harus dijaga. Inilah yang membuat Samsung terjaga di malam hari.

"Bioskop 3D yang ada harus berkompromi antara kecerahan dan resolusi. Layarnya gelap seolah-olah para penonton memakai kacamata hitam di bioskop. Kecerahan sudah terbelah dua, dan dengan kacamata 3D yang harus dipakai oleh penonton, ini menjadi tingkat sepertiga dibandingkan dengan film 2D lainnya. Resolusi dibelah dua juga. Ini tak terelakkan karena video untuk mata kiri dan kanan saling tumpang tindih dan tercermin," kata Koo Dongsoo.

Keterbatasan yang jelas untuk bioskop 3D yang ada dengan jelas mengungkapkan jalan untuk 3D Cinema LED. "Semakin terang informasi visualnya, semakin banyak mata kita menerima kesan tiga dimensi. Karena itu, kami harus mengembangkan produk baru yang menghadirkan kecerahan Cinema LED yang sama, yaitu 48 nits, bahkan saat memakai kacamata 3D. Kami juga tidak bisa mengorbankan resolusinya. Jelas bahwa resolusi yang lebih rendah sama dengan sensasi yang lebih rendah."

Itu bukan tujuan yang mudah. Tapi pengalaman Samsung di TV 3D dan pengetahuan di Cinema LED menciptakan sinergi bagi perusahaan untuk mengatasi keterbatasan kecerahan dan resolusi dari bioskop film 3D yang ada. Warna 3D Cinema LED yang penuh dan presisi menolak perbandingan setiap bioskop premium.


Mengurangi Efek Pusing dalam Menonton Film 3D

Teknologi 3D membuat pengalaman menonton film menjadi lebih mendalam, namun bisa juga menimbulkan ketidaknyamanan seperti pusing dan sakit kepala. Layar 3D Cinema LED telah secara signifikan meningkatkan pengurangan efek pusing yang secara khusus melibatkan 3D.

Ada dua alasan untuk timbulnya efek pusing. Rasa pusing dari konten itu sendiri terjadi karena ketidakcocokan antara kenyataan dan apa yang dikenali otak kita. Artinya, tubuh kita sedang duduk diam tapi otak kita mengira tubuh bergerak. Selain itu, ketika kita menatap layar tertentu selama lebih dari dua jam di sebuah ruangan yang gelap, wajarlah untuk timbulnya sakit kepala.

Namun, Koo Dongsoo dengan bangga mengatakan bahwa 3D Cinema LED tidak menurunkan tingkat kecerahan dan meningkatkan pengurangan efek pusing yang berkaitan dengan tampilan dengan menghilangkan banyak faktor pemicu kecuali yang berasal dari konten itu sendiri. Karena itu, efek pusing yang mungkin menghinggapi pemirsa akan berkurang. "Video kiri hanya bisa dilihat dengan mata kiri dan video kanan hanya dengan mata kanan. Tapi ada saat ketika mata kita menerima citra yang tumpang tindih. Ini disebut 'crosstalk', dan pengulangan penyeberangan menyebabkan pusing dan sakit kepala. Untungnya, pengembang kami berhasil menghasilkan algoritme untuk 3D Cinema LED untuk menyingkirkan semua crosstalk agar tidak terjadi, sehingga dilain pihak bisa menangani masalah pusing dan sakit kepala."

Pengurangan Distorsi, Tidak Masalah Tempat Anda Duduk Mana Saja di Bioskop

3D Cinema LED memiliki sudut pandang yang sama dengan Cinema LED. 3D Cinema LED memberi kesempatan untuk menikmati film dengan sedikit distorsi di mana pun pemirsa berada, seperti Cinema LED. "Saat menonton di bioskop 3D konvensional, gambar menjadi lebih gelap atau menyimpang saat orang duduk di pojok bioskop, namun 3D Cinema LED telah memperbaiki masalah ini secara signifikan," kata Koo Dongsoo.

Agar bioskop menjadi ruang yang terus memberikan pengalaman baru, 3D Cinema LED diharapkan bisa memainkan peran lebih besar. "Orang bilang 'Seeing is Believing' Seseorang mungkin tidak percaya sampai melihatnya sendiri, tapi begitu melihatnya, tidak ada penyangkalan. Saya rasa ini berlaku untuk 3D Cinema LED juga. Sebelum mengalaminya, beberapa mungkin meragukan apakah ada perbedaan sebenarnya. Tapi begitu mereka mengalami teknologi baru kita, orang akan percaya dan mengerti bahwa itu sangat berbeda. ISE tahun ini akan menjadi momen pertama dari pengalaman unik itu," kata Koo Dongsoo, sambil menambahkan bahwa segera orang-orang akan dapat menikmati pengalaman 3 dimensi terbaik melalui 3D Cinema LED Screen.